Jumat, 19 November 2010

DISTRIBUSI CADANGAN KOPERASI


PERMODALAN DAN MODAL DALAM KOPERASI

Sebagai badan usaha koperasi sama dengan bentuk badan usaha lainnya, yaitu sama-sama berorientasi laba dan membutuhkan modal. Koperasi sebagai wadah demokrasi ekonomi dan sosial harus menjalankan usahanya. Oleh karena itu kehadiran modal dalam koperasi ibarat pembuluh darah yang mensuplai darah (modal) bagi kegiatan-kegiatan lainnya dalam koperasi.

Dalam memulai suatu usaha, modal merupakan salah satu faktor penting disamping faktor lainnya, sehingga suatu usaha bisa tidak berjalan apabila tidak tersedia modal. Artinya, bahwa suatu usaha tidak akan pernah ada atau tidak dapat berjalan tanpa adanya modal. Hal ini menggambarkan bahwa modal yang menjadi faktor utama dan penentu dari suatu kegiatan usaha. Karenanya setiap orang yang akan melalukan kegiatan usaha, maka langkah utama yang dilakukannya adalah memikirkan dan mencari modal untuk usahanya. Kedudukan modal dalam suatu usaha dikatakan oleh Suryadi Prawirosentono (2002: 117) sebagai berikut:

Modal adalah salah satu faktor penting diantara berbagai faktor produksi yang diperlukan. Bahkan modal merupakan faktor produksi penting untuk pengadaan faktor produksi seperti tanah, bahan baku, dan mesin. Tanpa modal tidak mungkin dapat membeli tanah, mesin, tenaga kerja dan teknologi lain. Pengertian modal adalah “suatu aktiva dengan umur lebih dari satu tahun yang tidak diperdagangkan dalam kegiatan bisnis sehari-hari.”

Modal merupakan kekayaan yang dimiliki perusahaan yang dapat menghasilkan keuntungan pada waktu yang akan datang dan dinyatakan dalam nilai uang. Modal dalam bentuk uang pada suatu usaha mengalami perubahan bentuk sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai tujuan usaha, yakni :
  • Sebagian dibelikan tanah dan bangunan
  • Sebagian dibelikan persediaan bahan
  • Sebagian dibelikan mesin dan peralatan
  • Sebagian lagi disimpan dalam bentuk uang tunai (cash)
Selain sebagai bagian terpenting di dalam proses produksi, modal juga merupakan faktor utama dan mempunyai kedudukan yang sangat tinggi di dalam pengembangan perusahaan. Hal ini dicapai melalui peningkatan jumlah produksi yang menghasilkan keuntungan atau laba bagi pengusaha. (bersambung di edisi berikutnya)


KEDUDUKAN MODAL DALAM KOPERASI


Anggota koperasi sebagai kumpulan orang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi melalui usaha ekonomi koperasi, dengan pengertian anggota sebagai pemilik dan sekaligus pengguna jasa koperasi (UU Pasal 17) koperasi adalah perusahaan yang berorientasi kepada pengguna jasa atau user oriented firm (UOF). Koperasi bukan kumpulan modal atau perusahaan yang berorientasi kepada investor atau investororiented firm (IOF). Modal merupakan unsure penting dalam menjalankan usaha, tetapi jika koperasi mengandalkan kekuatan modal seperti pesaingnya, maka koperasi tidakakan mampu menandinginya. Jika koperasi menggunakan cara lawannya, maka koperasi akan menghadapi pergaulan tanpa akhir (never ending struggle) untuk memiliki modal yang mencukupi. Modal utama koperasi adalah orang atau anggotanya yang bersedia menyatukan usahanya melalui kegiatan koperasi.

Cara paling konvensional yang dianut koperasi dalam berusaha adalah pooling, yaitu pembelian atau penjualan bersama. Pembelian bersama dilakukan oleh koperasi konsumen yang anggotanya memerlukan barang konsumsi. Sedang penjualan bersama diperlukan oleh koperasi produsen yang anggotanya memerlukan penjualan barang yang diproduksi dan atau pembelian bersama sarana produksi. Meskipun modal tetap diperlukan, tetapi dengan pooling kebutuhan modal dapat ditekan serendah mungkin (minimized), karena tidak ada transaksi jual beli antara koperasi dengan anggotanya. Koperasi bekerja atas dasar anggaran atau operation at cost. Dalam hal ini bukan perhitungan untung-rugi yang digunakan, tetapi SHU atau surplus akibat efisiensi. Contoh pooling yang sampai sekarang tetap berjalan adalah penjualan susu yang dilakukan oleh koperasi di lingkingan Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI)  kepada Industry Pengolahan Susu (IPS), dan penjualan Tandan Buah Segar (TBo\S) kelapa sawit kepada industry pengolajan minyak. Cara pooling memberikan alas an yang paling kuat bagi koperasi untk memperoleh keringanan pajak penghasilan, karena tidak ada transaksi jual-beli antara koperasi dengan anggota.

Masalah biasanya muncul ketika koperasi memasuki proses bisnis yang lebih rumit seperti bergerak dalam usaha pengolahan atau manufaktur, sehingga cara pooling menjadi kurang praktis. Pengumpulan bahan baku dari anggota dilakukan berdasar transaksi jual-beli, perhitungannya berdasar untung-rugi dengan perolehan keuntungan (laba) dan bukan surplus. Dalam cara ini insentif kepada anggota tetap dapat diberikan melalui harga pembelian yang tinggi sesuai perhitungan harga jual produk akhir (active price policy) disamping pembagian setiap tahun (deviden). Disamping itu, usaha koperasi lain yang berkaitan dengan penumpukkan modal anggota adalah kegiatan simpan pinjam yang dilakukan oleh KSP atau credit unions.

DANA CADANGAN

Dana cadangan diperoleh dan dikumpulkan dari penyisihan sebagian sisa hasil usaha (SHU) tiap tahun, dengan maksud jika sewaktu-waktu diperlukan untuk menutup kerugian dan keperluan memupuk permodalan. Posisi dana cadangan dalam sisi pasiva menunjukkan bahwa jika terjadi kerugian dengan sendirinya akan terkompensasi dengan dana cadangan, dan apabila tidak mencukupi ditambah dengan simpanan. Dapat dimengerti adanya ketentuan dalam hukum dagang bahwa jika kerugian suatu perusahaan mencapai lebih dari setengah modalnya wajib diumumkan. Karena modal perusahaan sudah berkurang dan beresiko.

Pemupukan dana cadangan koperasi dilakukan secara terus-menerus berdasarprosentase tertentu dari SHU, sehingga bertambah setiap tahun tanpa batas. Jika koperasi menerima fasilitas pemerintah, ditentukan bahwa prosentasi penyisihan dana cadangan semakin besar. Dana cadangan sering lebih besar jumlahnya disbanding simpanan anggota. Apabila dana cadangan sering lebih besar jumlahnya dibanding simpanan anggota. Apabila dana cadangan menjadi sangat besar dan simpanan anggota. Apabila dana cadangan menjadi sangat besar dan simpanan anggota tetap kecil, maka koperasi tidak ubahnya seperti perusahaan bersama atau mutual company (onderling;perusahaan tanpa pemilik). Ada yang berpendapat bahwa memang mutual company merupakan bentuk akhir dari koperasi, yang tentu bukan menjadi tujuannya. Dilihat dari tujuan dana cadangan untuk menutup kerugian setelah mencapai sekurang-kurangnya seperlima dari jumlah modal koperasi. Sebelum mencapai jumlah tersebut penggunaannya dibatasi hanya untuk menutup kerugian. Setelah tercapai jumlah tersebut dapat ditambah sesuai dengan kepentingan koperasi.
Ada pendapat di kalangan koperasi bahwa bdana cadangan merupakan modal social, bukan milik anggota dan tidak boleh dibagikan kepada anggota sekalipun dalam keadaan koperasi dibubarkan. Sebenarnya tidak tepat ada larangan penggunaan dana cadangan termasuk untuk dibagikan kepada anggota, sepanjang tidak melanggar batas minimumnya. Misalnya pada saat koperasi mengalami kerugian dalam tahun buku tertentu, tetapi ingin membagikan SHU kepada anggota dengan pertimbangan tidak merugikan usaha koperasi dan melanggar ketentuan tentang dana cadangan.

Sumber :

Sabtu, 06 November 2010

Ekonomi Rakyat dan UKM


Bahwa istilah UKM (Usaha Kecil dan Menengah) telah “resmi” dipakai untuk “mengganti” istilah ekonomi rakyat rupanya tidak diragukan lagi oleh masyarakat termasuk pemerintah, meskipun “GBHN Reformasi” dan PROPENAS penuh dengan kata-kata “ekonomi kerakyatan” yaitu “sistem ekonomi yang memihak pada ekonomi rakyat”, bukan “sistem ekonomi yang memihak pada UKM”. Itulah akibat dari posisi ketergantungan kita pada bantuan asing, karena “donor-donor” internasional menggunakan dan lebih paham pada istilah SME (Small and medium Enterprise) yang terjemahan bahasa Indonesianya adalah UKM.

Syukur kita telah berhasil dengan selamat menerbitkan majalah elektronik JER yang telah berusia satu tahun, dan penerbitan kali ini adalah No. 1 Tahun II. Melalui JER kami akan terus mempertahankan menggunakan istilah ekonomi rakyat, dan bukan UKM. Penggunaan istilah UKM makin jelas bahayanya sebagai istilah yang tidak tepat bahkan keliru karena makin jelas ia akan menjadi “pemangsa” (predator) yang akan memangsa kredit-kredit UKM yang sesungguhnya merupakan “hak atau porsi” ekonomi rakyat yang jauh lebih mikro dari UKM. Inilah bahaya yang ingin kita ingatkan dalam penggunaan istilah UKM yang dalam definisinya mencakup kredit paling rendah Rp 5 juta dan paling tinggi Rp 5 milyar, dan pemerintah melalui Menko Kesra menyatakan akan menyalurkan kredit UKM lebih dari Rp 40 trilyun dalam tahun 2003 ini. Jika kita tidak waspada maka maksud baik pemerintah membantu ekonomi rakyat dan menanggulangi kemiskinan sekali lagi akan “dibajak” usaha-usaha besar atas nama ekonomi rakyat.

Mudah-mudahan pemerintah dan masyarakat waspada dan menyadari bahaya ini.


Yogyakarta, 1 Maret 2003

Mubyarto / Redaksi

Sumber : http://www.ekonomirakyat.org/editorial.php?hlm=23

Peningkatan Nilai Tambah di Pedesaan

Pengumuman pemerintah melalui Badan Pusat Statistik (BPS) tentang penurunan angka kemiskinan pada tahun 2010 mungkin merupakan berita gembira secara makro. Angka total penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan tahun ini turun menjadi 31 juta jiwa (13,3 persen), dari 2009 sebesar 32,6 juta jiwa (14,2 persen). Garis kemiskinan yang digunakan juga telah dinaikkan dari Rp 200.262 menjadi Rp 211.726 per bulan dengan proksi pengeluaran rumah tangga. Garis kemiskinan tersebut sebenarnya cukup rendah, karena setara dengan 78 sen dollar AS per hari, atau lebih rendah dibandingkan satu dollar per hari sebagaimana strandar internasional.

Secara mikro, potret angka kemiskinan tahun ini menjadi berita sedih, khususnya bagi sektor pertanian dan pedesaan, karena persentase angka kemiskinan di pedesaan meningkat, dari 63,4 persen pada 2009 menjadi 64,2 persen pada 2010. Peningkatan kemiskinan di pedesaan ini seharusnya ”kartu kuning” bagi para pemimpin yang masih berupaya bermain dengan retorika dan semantik politik pencitraan yang tidak berujung. Dengan membesarnya angka kemiskinan di pedesaan, maka dapat disimpulkan bahwa pembangunan pertanian saat ini boleh disebut gagal. Jargon revitalisasi pertanian yang pernah menjadi ikon pada era Kabinet Indonesia Bersatu jilid (KIB) pertama, kini tidak lagi nyaring terdengar. Sekian macam laporan peningkatan produksi pangan nyaris tidak berarti apa-apa karena pembangunan pertanian tidak membawa perbaikan kesejahteraan petani, atau tidak memberikan nilai tambah yang dinikmati masyarakat desa.

Peningkatan kemiskinan di pedesaan sangat berhubungan dengan fenomena penurunan produktivitas di sektor pertanian, terutama pada dekade terakhir. Ukuran produktivitas pertanian biasanya terdiri dari produktivitas lahan (produksi pangan per areal panen) dan produktivitas tenaga kerja (produksi pangan per jumlah tenaga kerja). Penurunan produktivitas tenaga kerja sektor pertanian (baca: peningkatan kemiskinan) secara langsung dan tidak langsung juga ditentukan oleh produktivitas lahan pertanian. Sejak otonomi daerah diberlakukan pada 2001, produktivitas lahan pertanian kini hanya 2,2 ton pangan ekuivalen per hektar. Pada dekade 1980-an, produktivitas lahan tercatat 5,6 ton per hektar. Produktivitas tenaga kerja pertanian kini hanya 2 ton pangan ekuivalen per tenaga kerja, yang merupakan penurunan sangat signifikan dari angka produktivitas pada dekade 1980-an yang tercatat 4,1 ton pangan per tenaga kerja.

Saat ini, pertambahan produktivitas pangan utama seperti padi, jagung, dan kedelai masih mengandalkan peningkatan areal panen dan intensitas pertanaman, yang tentu sangat bergantung pada faktor musim. Hal ini terjadi karena upaya perbaikan sarana irigasi, drainase, dan infrastruktur lain yang menjadi sumber peningkatan produktivitas masih bermasalah. Perbaikan teknik budidaya, pemupukan, dan pengendalian hama penyakit masih sangat terkait ketersediaan dan manajemen pemakaian air. Berkurangnya areal panen padi dan kedelai tahun ini sangat berhubungan dengan musim kemarau basah, karena perubahan iklim masih sulit dijinakkan. Maksudnya, fokus peningkatan produktivitas pangan yang tradisional dan terkesan seadanya sulit diharapkan membawa hasil spektakuler.

Salah satu strategi untuk menggenjot peningkatan produktivitas pertanian dan ketahanan pangan adalah dengan inovasi teknologi, termasuk basis bioteknologi seperti telah dijelaskan pada editorial sebelumnya. Strategi lain yang adalah fokus pada penurun persentase kemiskinan di pedesaan melalui industrialisasi pertanian dan pembangunan pedesaan. Tidak ada pembangunan pertanian tanpa pembangunan pedesaan atau peningkatan nilai tambah di pedesaan. Aktivitas industrialisasi pertanian atau agro-industri pertanian merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang mengarah pada pembangunan nilai tambah di pedesaan.

Pilihan strategi industrialisasi pertanian cukup banyak, tergantung pada kondisi pemungkin (enabling condition) yang tersedia di pedesaan dan kebijakan pendukung yan ditempuh oleh administrasi pemerintahan yang berkuasa. Pertama, adalah pembangunan berbasis pertanian yang lebih menekankan pada potensi pasar dalam negeri dan memanfaatkan jumlah penduduk yang besar. Peningkatan daya beli masyarakat dapat ditempuh melalui peningkatan produktivitas, perluasan kesempatan kerja, perbaikan atau stabilisasi nilai tukar dan pembangunan industri yang terkait dengan sektor pertanian dan pedesaan. Kelememahannya, strategi ini terlalu berorientasi pada sisi suplai (supply-driven), yang tentu saja sangat rentan terhadap suatu ekses suplai dan anjloknya harga produk primer. Aktivitas industrialisasi tingkat lanjutan umumnya mengakibatkan ketimpangan yang cukup parah karena manfaat ekonomis lebih banyak dinikmati pelaku hilir, bukan petani di hulu sebagai pelaku atau entitas paling strategis..
Kedua, pembangunan pedesaan yang dirangsang oleh agroindustri dengan pertimbangan bahwa sumberdaya di pedesaan lebih banyak menunjang produksi pertanian, karena mengandalkan lahan dan tenaga kerja. Sumberdaya pedesaan ini umumnya lebih terampil dalam hal usahatani di hulu, tetapi tidak terlalu terampil dalam produksi manufaktur di hilir. Maksudnya industrialisasi pertanian yang difokuskan pada daerah pedesaan akan merangsang peningkatan kualitas sumberdaya manusia pedesaan dan pembangunan pedesaan umumnya. Di sini ditekankan pentingnya keterkaitan ke depan dan ke belakang dari suatu proses industrialisasi, yang akan berakumulasi menghasilkan nilai tambah yang cukup besar. Kelemahan utama strategi industrialisasi ini adalah ketergantungan terhadap dukungan infrastruktur, investasi dan pendanaan aktivitas ekonomi, sehingga masih terlalu mengandalkan dominasi peran pemerintah.

Ketiga, pembangunan daya dorong yang menekankan pada pentingnya peningkatan produktivitas dan daya beli kaum miskin dan berfungsi sebagai gelombang pendorong bagi golongan kaya. Analogi yang sama diunakan untuk menggambarkan daya dorong pembangunan pedesaan (atau daerah secara umum) bagi pembangunan di daerah perkotaan (atau pusat aktivitas ekonomi dan kekuasaan). Prinsip industrialisasi di sini perlu memprioritaskan perhatian pada golongan miskin dan daerah pedesaan, bukan golongan kaya dan daerah perkotaan. Kelemahan strategi supply-push ini selain karena terlalu statis dan tidak memanfaatkan peluang pasar dan permintaan, juga impresi ketidakberdayaan atau “dorongan keluar” bagi tenaga tidak terampil dari pedesaan ke perkotaan atau dari sektor pertanian ke sektor industri. Tingkat produktivitas tenaga kerja tidak terampil ini jelas berkait erat dengan kecilnya upah buruh dan dikhawatirkan menjadi faktor kunci dalam penciptaan kemiskinan atau kantong-kantong baru kemiskinan di daerah perkotaan. .
Apa pun strategi yang dipilih, penajaman strategi industrialisasi pertanian ke depan perlu terus diupayakan seiring dengan perubahan lingkungan yang demikian cepat. Prinsip utama dalam sistem produksi pertanian yang terlalu mengandalkan keunggulan komparatif perlu dilengkapi dengan pembangunan industri pengolahan yang lebih tangguh, sedapat mungkin di daerah pedesaan . Apabila langkah penting tersebut sudah dilakukan, maka upaya lain untuk meningkatkan kinerja, sinergi kegiatan dan penguatan fungsi intelijen pasar dan pencarian pasar-pasar baru dari produk-produk industri pertanian (agroindustri) dapat dilakukan secara bersama. .
Pembenahan aturan main, aransemen kelembagaan, mulai dari tingkat norma, konvensi sampai aturan main yang tertulis dalam format undang-undang, peraturan pemerintah, tanggung jawab, reward and punishement dan rasa kepemilikan dari setiap elemen dalam proses industrialisasi pertanian. Falsafah kemitraan tripartit swasta-pemerintah-masyarakat dapat dikembangkan untuk mencapai tujuan peningkatan nilai tambah, pembenahan daya saing dan pengurangan kemiskinan di sektor pedesaan. Langkah pemberdayaan kemitraan pemerintah-swasta dan masyarakat masih harus terus menerus disempurnakan dan dimodifikasi sedemikian rupa menyesuaikan dengan tuntutan efisiensi mikro serta akses stabilitas ekonomi makro yang disyaratkan dalam ekonomi pembangunan modern..
Bintaro Jaya, September 2010

Bustanul Arifin

sumber : http://www.ekonomirakyat.org/editorial.php?id=9